Tanggal dimuat: 20 Januari 2009
Penelitian kami ini ditujukan untuk kian memajukan tata kelola pemerintahan di Indonesia melalui peningkatan transparansi dan akuntabilitas di sektor publik. Telah cukup banyak perhatian diberikan pada peran yayasan-yayasan militer di penghujung era transisi Indonesia untuk menuju sistem politik yang demokratis di tahun 1998. Namun demikian, relatif hanya sedikit atensi ditujukan—baik oleh pers, parlemen, lembaga riset independen, atau unsur masyarakat madani—terhadap yayasan-yayasan yang didirikan oleh berbagai departemen, kementerian dan lembaga-lembaga pemerintah di tingkat pusat.
Tujuan dari studi kami adalah untuk menghasilkan pemetaan awal terhadap yayasan- yayasan ini dan sejumlah isu kebijakan yang terkait dengan aktivitas mereka. Pada akhirnya, kami berharap penelitian ini akan mendorong lahirnya serangkaian undang-undang dan/atau regulasi baru yang akan memastikan yayasan-yayasan di sektor publik tersebut akan beroperasi dalam kerangka yang selaras dengan tujuan Reformasi.
Skala persoalan di seputar yayasan-pemerintah ini tak kurang telah dideteksi, antara lain, oleh salah satu laporan Dana Moneter Internasional (IMF) di tahun 2006. Disebutkan dalam laporan itu,
‚... a large range of extrabudgetary activities are carried out through nontax revenue or by ministry foundations and cooperatives ... A number of foundations and cooperatives use government assets and raise funds from the public. Such entities are controlled by different government institutions and line ministries and operate at both national and regional level. The role of these entities has not been fully defined, nor have standard accountability and reporting procedures been followed, making it difficult to estimate the extent and nature of their activities (berbagai aktivitas nonbujeter berskala besar dilangsungkan melalui mekanisme pendapatan bukan pajak atau oleh yayasan-yayasan dan koperasi kementerian... Sejumlah yayasan dan koperasi memanfaatkan aset pemerintah dan melakukan penghimpunan dana dari masyarakat. Lembaga-lembaga itu dikendalikan oleh berbagai lembaga pemerintah dan kementerian terkait, dan beroperasi baik di level nasional maupun regional. Ruang lingkupnya sama sekali belum diatur, standar akuntabilitas dan prosedur pelaporannya pun belum dimonitor‚ sehinga jadi sulit menaksir skala dan karakteristik aktivitas mereka)‚ (IMF, 2006, h.5).
Studi kami didahului oleh penelitian sebelumnya tentang pembiayaan TNI melalui dana nonbujeter (Rieffel dan Pramodhawardani 2007). Riset tentang TNI tersebut secara sekilas telah menggambarkan keberadaan yayasan-yayasan pemerintah pada bab pertamanya:
Hampir semua lembaga di sektor publik mendirikan yayasan yang berfungsi sebagai perusahaan induk bagi berbagai jenis aktivitas bisnis mereka. Alih-alih menjadi instrumen untuk memajukan kesejahteraan masyarakat, yayasan-yayasan ini telah dijadikan mesin pencuci uang melalui cara-cara yang bersimpangan dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh rangkaian skandal korupsi dana nonbujeter yang melibatkan sejumlah yayasan jenis ini. Meski boleh jadi adalah mustahil meningkatkan transparansi dan akuntabilitas yayasan-yayasan militer, tapi satu hal sudahlah pasti, bahwa upaya menutup atau memisahkan keberadaan mereka secara substansial dari jalur-jalur komando perseorangan bakal ditolak selama yayasan-yayasan di sektor publik lain dibolehkan tetap berfungsi seperti sedia kala (hal 9).
Di bab penutupan, di bagian tentang observasi dan implikasi, studi TNI tersebut juga telah ikut memasukkan berbagai aktivitas yayasan-pemerintah sebagai salah satu dari enam area di mana sejumlah langkah perbaikan diperlukan, untuk menghapuskan ketergantungan TNI pada pembiayaan non-bujeter dan memasukkan hal itu sepenuhnya kepada mekanisme anggaran.
You must be logged in to post a comment.