“Sokola Rimba” di Freedom

Dalam empat tahun sejarah Kine Klub Proklamasi – Freedom Institute, acara penayangan dan diskusi film “Sokola Rimba” yang jatuh di hari Kamis, 17 Juli 2014, adalah acara yang paling meriah. Gedung Serbaguna Wisma Proklamasi yang berfungsi sebagai ruang penayangan dan diskusi yang bisa menampung 150 orang itu  penuh sesak oleh pengunjung. Kursi cadangan yang disiapkan oleh panitia, semua habis terpakai, dan sebagian pengunjung harus puas mengikuti acara sambil duduk berselonjor di belakang.

Pengunjung yang melimpah itu, memang menunjukkan tampilan fisik yang beraneka ragam. Begitu juga dengan latar belakang mereka. Namun semuanya diikat oleh satu kepedulian yang sama: pendidikan bagi kaum yang tak beruntung. Perbedaan latar belakang dan kesamaan kepedulian itu sedikit tersingkap dari keterangan di buku daftar pengunjung, dan terkuak lebih lebar saat diskusi film. Ada pengunjung sekaligus peserta diskusi yang terlibat dalam pendidikan anak-anak terminal dan kolong jembatan, ada yang membagi waktu dan pikirannya dengan anak-anak kampung kumuh, dan juga ada orang-orang mencurahkan perhatiannya buat anak-anak yang tak beruntung yang ada di kota lain di luar Jakarta.

peserta diskusi Sokola Rimba

Upaya Butet Manurung dan rekan-rekannya membangun Sokola Rimba rupanya jadi magnet yang menghimpun orang-orang dari berbagai penjuru itu. Acara diskusi seusai buka puasa itu benar-benar menjadi acara diskusi ideal di mana kedua pembicara dan para penanggap tampak lebih bayak berbagi pengalaman dan pengetahuan berkaitan dengan pendidikan kaum yang tak beruntung. Soal yang paling banyak menyita waktu diskusi adalah bahan dan metode pengajaran yang cocok buat orang-orang yang tak terjangkau oleh pendidikan formal. Banyak cerita lucu dan menarik yang terungkap dalam sesi tanya jawab dan semuanya menunjukkan perlunya kepekaan, kesabaran, dan kebesaran hati saat berhadapan dengan saudara-saudara kita, adik-adik kita, yang tak beruntung itu.

Kesabaran dan kebesaran hati penggagas Sokola Rimba dengan berbagai cerita pahit dan manisnya, yang cukup jelas ditunjukkan oleh Sutradara Riri Riza di film yang diproduksi oleh Mira Lesmana ini, terasa memperkuat semangat para pengunjung untuk tetap terlibat medorong penddikan kaum yang tak beruntung. Para pembicara dan penanggap seperti saling topang agar tetap gigih dan tak mundur dalam proses penyebaran ilmu dan pikiran kritis di kalangan yang lebih luas, yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kalangan. Solidaritas semacam ini yang mungkin terus mengental, tentu saja penting dan berharga dalam mengahadapi persoalan yang bahkan negara pun belum sanggup menanganinya dengan baik.

Beberapa hari setelah penayangan dan diskusi film “Sokola Rimba” ini, tersiar kabar bahwa Ramon Magsaysay Award Foundation memberikan penghargaan kepada Butet Manurung untuk upayanya melindungi dan memperbaiki kehidupan orang-orang rimba Indonesia. Lengkapnya sebagai berikut: In electing Saur Marlina Manurung to receive the 2014 Ramon Magsaysay Award, the board of trustees recognizes her ennobling passion to protect and improve the lives of Indonesia’s forest people, and her energizing leadership of volunteers in SOKOLA’s customized education program that is sensitive to the lifeways of indigenous communities and the development challenges they face.

Selamat ya, Bu Guru.

 

Freedom Institute - FNF

Enjoyed this article? Stay informed by joining our newsletter!

Comments

You must be logged in to post a comment.