Muhammad Husni Thamrin (Perdagangan Bebas: Sebuah Manfaat yang Tak Pernah Disadari dengan Baik)

Image by Martin Winkler from Pixabay

"(Kedai Kebebasan – Jakarta) Apa jadinya jika barang tak bisa bergerak bebas melewati batas-batas negara akibat proteksi. Apa jadinya jika konsumen yang seharusnya bisa mendapatkan barang murah namun gagal karena negara tak ingin membuka tapal batas negaranya? Frederic Bastiat, seorang sejarahwan dan pemikir Liberal asal Perancis pernah mengatakan bahwa jika barang tak bisa melewati batas negara, maka tentara lah yang akan masuk. Fenomena ini pernah terjadi memicu munculnya perang dunia ke-II.

Banyak yang masih meragukan manfaat dari perdagangan bebas, walaupun dalam kehidupan sehari-hari manfaat tersebut telah dinikmati. Semangat nasionalisme masih dibenturkan dengan manfaat perdagangan bebas bagi konsumen. Masuknya produk-produk murah dari China misalnya, dianggap sebagai ancaman bagi industri dalam negeri. Embel-embel kepentingan usaha kecil dan membangun kesejahteraan rakyat ditambahkan sebagai bumbu menentang perdagangan bebas.

Sialnya perdebatan di kalangan intelektual maupun mahasiswa banyak didominasi oleh sentiment kerakyatan dan anti perdagangan bebas, tanpa menggali lebih jauh pemahaman mengenai perdagngan bebas itu sediri. Tanpa memaparkan manfaat perdagngan bebas yang membuka sebuah kompetisi dan mendorong munculnya inovasi dan efisiensi.

Atmosfer perdebatan tersebut masih tercermin dalam diskusi mengenai perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dan China (CAFTA), yang diadakan di Fakultas Ilmu Politik dan Ilmu Sosial (FISIP) Universitas Indonesia, kerjasama antara Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP UI dengan Freedom Institute dan Friedrich Naumann Stiftung, yang diadakan pada 6 Mei 2010 lalu di kampus FISIP UI, Depok, Jawa Barat.

Redma Gita Wirawasta, yang menjadi staff ahli untuk bidang usaha kecil dan menengah pada Kamar Dagang Indonesia (KADIN), mengatakan bahwa pemerintah Indonesia terlambat dalam mempersipakan diri menghadapi CAFTA, padahal perjanjian telah disepakati sejak tahun 2004. Indonesia tak mampu memperjuangkan kepentingan pengusaha nasional, terutama usaha kecil dan menengah, didalam negosiasi kepesepakatan perdagangan dengan China.

Meskipun masih dengan embel-embel kampanye cinta produksi dalam negeri, Wirawasta mengatakan bahwa terbukanya perdagngan bebas dianggap mampu mendorong inovasi dan efisiensi bagi pengusaha dan produk murah bagi konsumen. Hanya saja pemerintah perlu menyiapkan infrastruktur dan kebijakan yang juga mampu mendorong pengusaha dalam negeri untuk dapat bersaing sebelumnya.

Indonesia telah menandatangani kesepakatan perdagangan bebas dengan Jepang dan China, kedepan masih dilakukan negosiasi dengan India, Australia dan New Zealand. Perdebatan tentang manfaat perdagangan bebas yang dibenturkan dengan sentiment nasionalisme ini masih akan sering muncul. Diskusi tentang perdagangan bebas, seperti yang dilakukan oleh mahasiswa FISIP UI ini paling tidak memberikan sebuah wacana baru dan membuka diskusi yang lebih positif tentang perdagangan bebas.

Muhammad Husni Thamrin

Program Officer Friedrich Naumann Stiftung

http://kedai-kebebasan.org/berita/ekonomi/article.php?id=873"">http://kedai-kebebasan.org/berita/ekonomi/article.php?id=873" 25/05/10

Enjoyed this article? Stay informed by joining our newsletter!

Comments

You must be logged in to post a comment.