Penghargaan Achmad Bakrie 2009

Dalam rangka merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-64, Freedom Institute didukung oleh Bakrie Untuk Negeri memberikan Penghargaan Achmad Bakrie 2009 kepada lima anak bangsa berprestasi dengan pertimbangan: 

 

Sajogyo (Pemikiran Sosial)

Sajogyo memberikan kontribusi besar dalam menjelaskan garis kemiskinan, kemiskinan relatif, kemiskinan absolut, indeks ukur kemiskinan, elastisitas kemiskinan, dan berbagai ukuran distribusi. Ia menguji konsep-konsep itu langsung dalam studi-studi di lapangan. Tulisan-tulisannya merupakan sumbangan penting bagi ilmu sosial maupun perumusan kebijakan di Indonesia.

Angka-angka pengeluaran nominal rumah tangga bukanlah indikator yang tepat atas standar hidup relatif. Garis kemiskinan yang relevan untuk negara berkembang seperti Indonesia adalah yang langsung merefleksikan kebutuhan hidup terpenting, yaitu kecukupan pangan, yang terwakili oleh beras. 

Dengan menggunakan ukuran penghasilan senilai harga beras untuk konsumsi minimal yang layak, Sajogyo menawarkan garis kemiskinan yang lebih realistik, bertumpu pada kebutuhan kalori yang layak (saat ini sekitar 2100 kalori).  

Pemikiran Sajogyo yang sederhana namun tuntas dan masuk akal adalah fondasi yang bermanfaat. Lebih dari tiga puluh tahun lalu ia mengumumkan: kemiskinan bukanlah sekadar angka, melainkan realitas yang membutuhkan alat analisis yang juga realistis.  Inilah yang kemudian disebut “Garis Kemiskinan Sajogyo.”

 

Ag. Soemantri (Kedokteran)

Agustinus Soemantri Hardjojuwono merintis terobosan medis di tiga bidang: pencangkokan sumsum tulang belakang, pencangkokan sel punca (stem-cell), dan kepeloporan dalam pemahaman tentang zat besi bagi anak-anak.

Studi hematologinya melahirkan rintisan cangkok sumsum tulang (bone marrow transplant) untuk para penderita talasemia dan leukemia (1987). Hingga kini ia telah menerapkan metode ini pada sekitar 400 pasien. 

Ia pun sedang merintis cangkok hati (lever) dan sel punca (stem-cell). Metode ini sudah dipakai di berbagai negara, tetapi belum pernah diadopsi di Indonesia. 

Soemantri juga membuat temuan besar tentang gejala kekurangan zat besi (iron deficiency). Ia membuktikan bahwa kekurangan asupan zat besi bisa menghambat pertumbuhan fisik dan mental anak. 

Temuan pada 1978 ini yang hingga kini menjadi rujukan penting di dunia akademis internasional. Penelitian ini memang bukan yang pertama. Tetapi riset di negara-negara lain umumnya diarahkan pada anak-anak di bawah usia 5 tahun. Soemantri berfokus pada usia 6 tahun ke atas – masa pertumbuhan intelektual yang penting saat mereka duduk di sekolah dasar (SD). 

Inovasi Soemantri kemudian diafirmasi oleh sejumlah penelitian di Mesir, Israel, dan Filipina. Temuan ini makin terasa penting mengingat jumlah anak Indonesia yang mengidap anemia masih cukup tinggi, sekitar 20-30%. 

Batas-batas ilmu terus bergerak. Dan Soemantri terus meneliti, mencoba metode baru, menengok perkembangan di negeri lain. Pada diri Soemantri kita menemukan dua karakter yang saling berkelindan: seorang peneliti yang tak henti memajukan batas-batas ilmu dan seorang ilmuwan yang mengabdi tanpa letih bagi kepentingan sosial yang lebih luas.

 

Pantur Silaban (Sains)

Pantur Silaban merupakan orang Indonesia pertama yang mempelajari secara formal Relativitas Umum di Universitas Syracuse sebagai mahasiswa program doktoral pada 1967, dalam masa-masa awal kebangkitan kembali pokok penting dalam Fisika Teori itu. Lulus doktor empat tahun kemudian, ia resmi menjadi bagian dari komunitas fisikawan yang menjadi kelompok yang sangat elitis pada skala global.  

Dalam disertasinya, Silaban berhasil membangun persamaan-persamaan gerak relativistik untuk partikel-partikel titik. Pekerjaan ini kemudian ia kembangkan bersama Joshua Goldberg dan diterbitkan pada Journal of General Relativity and Gravitation yang sangat prestisius. 

Fisikawan yang datang kemudian menggunakan karya Silaban tersebut untuk mempelajari gerak partikel-partikel di sekitar lubang hitam dan bintang neutron. Penyingkapan perilaku lubang hitam ini membuka jalan bagi setiap upaya untuk mendapatkan gambaran skenario masa depan Alam Semesta. 

Maka terlihat bahwa Pantur Silaban bekerja pada ranah yang amat fundamental dalam Fisika: meliputi sejarah asal-usul hingga masa depan Alam Semesta.

Selain itu, selama empat dasawarsa pergumulannya dengan bidang yang sangat sulit dan jarang diminati ini, Pantur Silaban merintis pengembangan metode-metode matematika dalam melacak konsep simetri dalam Fisika.   Salah satu hasilnya adalah kemampuannya menjembatani fisika klasik yang serba deterministik dengan teori medan kuantum yang serba statistik dan diliputi ketidakpastian. 

 

Warsito P. Taruno (Teknologi)

Warsito P. Taruno telah dan terus mengembangkan electrical capacitance volume tomography (ECVT), yakni suatu teknologi tomografi volumetrik berdimensi empat (tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu). Dengan terobosan besar ini, ruang dalam mesin dan manusia serta berbagai dinamik yang bekerja di dalamnya bisa tergelar jelas dengan citraan tiga dimensi dan seketika (real time), tanpa perlu tambahan piranti khusus. 

ECTV dapat merekam obyek-obyek bergerak yang berada di dalam talang tertutup, apa pun bentuk dan geometrinya. Pencitraan volumetrik dinamis ini menggunakan prinsip medan listrik statis yang terukur, untuk menghasilkan seluruh citra volumetrik dari obyek yang dikelilingi sensor medan listrik statis.

Warsito menyempurnakan capaian teknis dari tomografi generasi sebelumnya, yang juga bermanfaat untuk bidang medis dan nonmedis, seperti electrical impedance tomography (EIT) yang digunakan di bidang geologi, proses kimia, dan perminyakan; atau electrical capacitance tomography (ECT) untuk bidang pemipaan, pengolahan hidrokarbon, dan industri-industri kimia lainnya. 

ECVT yang telah dipatenkan ini sudah digunakan oleh NASA (Lembaga Antariksa AS). Temuan Warsito diperkirakan akan mengubah drastis perkembangan riset dan teknologi berbagai bidang, termasuk nanoteknologi.

ECVT dapat pula menolong pasien miskin yang harus mengecek kesehatan dengan pemindai tubuh. Biaya pemindaian dengan ECVT bisa lebih murah dibanding dengan CT Scan dan MRI.

 

Danarto (Kesusastraan)

Danarto telah memperluas pengertian realisme dalam sastra Indonesia. Jika realisme adalah potret dunia nyata sehari-hari, yang mengandung hukum sosial yang mendukung perubahan ke arah masyarakat yang lebih baik, maka Danarto, dengan berbagai cerita pendeknya, menunjukkan warisan masa lalu yang senantiasa memiuhkan atau mengganggu hukum sosial itu. 

Cerita pendek Danarto mencerminkan betapa masyarakat kita, melalui tokoh-tokoh cerita pendeknya, menjauhi dan mendekati modernitas silih berganti. 

Pembaca Danarto bisa keluar masuk dengan leluasa kapan saja: kita bisa berada di dalam cerita untuk membuktikan bahwa kita sendiri belum bebas dari irrasionalisme; kita bisa juga berada di luar cerita, menonton fantasi yang melawan nalar, tapi yang justru membuat kita yakin akan kekuatan nalar kita. 

Selama empat dasawarsa kiprah kepenulisannya, Danarto memanfaatkan berbagai khazanah dominan seperti Jawa dan Islam, namun senantiasa mengambil sisi lain, atau sisi tersembunyi yang berwatak subversif, daripadanya. 

Ia menghidupkan kembali gaya mendongeng dalam sastra modern. Tokoh-tokohnya seakan menciptakan arah cerita sendiri. Akhir cerita menjadi tak teramalkan. Atau penghujungnya selalu terbuka, seperti jeda belaka.

Sastra, di tangan Danarto, adalah suatu cara untuk menggumuli modernitas dengan cara yang sangat Indonesia: atau suatu kiat untuk menyelami lubuk jiwa masyarakat pascajajahan yang membaurkan kemajuan dengan segenap cacatnya.

Untuk prestasi, ketekunan, dan sumbangan mereka yang luar biasa bagi bidang masing-masing, Dewan Juri dengan bangga memberi kelima tokoh kita ini Penghargaan Achmad Bakrie 2009. 

Bentuk penghargaan berupa trofi dan piagam serta uang Rp 150 juta nett, yang akan diserahkan pada malam penganugerahan pada Jumat, 14 Agustus, bertempat di Hotel Nikko Jakarta, pukul 18.00-21.30. 

 

Terima kasih.

 

Diumumkan dalam konferensi pers di kantor Freedom Institute, Jalan Irian No. 8, Menteng, Jakarta,

Luthfi Assyaukanie

Anggota Dewan Juri

Sekilas tentang Penghargaan Achmad Bakrie

 

1. Sejarah:

Sudah diberikan sejak 2003

Termasuk tahun ini, sudah 23 tokoh pemikir, penyair, budayawan, dokter, teknolog, rohaniawan, fisikawan, astronomer dan 2 lembaga penerima dimulai dari keinginan untuk mendorong negeri menjadi lebih maju, yang bermartabat, yang menghargai ilmu dan pengetahuan, negeri yang memberi sumbangan positif bagi perkembangan dan kekayaan kebudayaan dunia – karakter yang melekat pada Alm., Bapak Achmad Bakrie

 

2. Telah diberikan kepada:

2003: Ignas Kleden dan Sapardi Djoko Damono

2004: Goenawan Mohamad dan Nurcholish Madjid

2005: Sartono Kartodirdjo, Budi Darma, Sri Oemijati

2006: Arief Budiman, Rendra, Iskandar Wahidiyat

2007: Franz Magnis-Suseno, Putu Wijaya, Jorga Ibrahim, Sangkot Marzoki, BB Padi Sukamandi 

2008: Taufik Abdullah, Sutardji Calzoum Bachri, Mulyanto, LT Handoko, PP Kelapa Sawit

Enjoyed this article? Stay informed by joining our newsletter!

Comments

You must be logged in to post a comment.

Related Articles