The Islamist

Moderator:
Terima kasih. Assalamualaikum. Malam ini kita akan berdiskusi tentang buku Ed Husain. Seorang Palestina Banglades. Pada bulan Mei dia menerbitkan buku “The Islamist”. Buku ini mengundang kontroversi dari kalangan Muslim Inggris maupun di luar Inggris. Buku ini sebenarnya semacam otobiografi dia yang cukup dramatis. Di sini dia ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan yang menjadi sub judul buku ini. Dia lahir dan besar di Inggris, tapi karena dia Muslim dan berwarna, selalu ada pertanyaan tentang identitas. Apa yang menjadikan saya seorang Inggris. Dia bergaul dengan teman-temannya dan dekat dengan ajaran al-Maududi. Dia kemudian masuk ke dalam Hizbuttahrir. Hizbuttahrir di Inggris ini sangat besar. Meskipun setelah bom London mulai ada proposal untuk melarangnya. The Islamist di sini menunjuk pada Jamaah Islami dan Hizbuttahrir. Hizbuttahrir punya dua ciri, dia Islamist dalam artian ingin mendirikan negara Islam internasional. Kedua neo-fundamentalis. Itu yang menjadi pengantar saya. Saya persilahkan kedua pembicara.

Anies Baswedan:

Terima kasih.

Assalamualaikum.

Saya sudah membaca The Islamist beberapa waktu yang lalu. Ketika buku ini muncul, ia banyak menarik perhatian. Christian Science Monitor itu memberi cukup perhatian pada bukunya Ed Husain ini.

Ada beberapa komponen yang ingin saya komentari. Pertama, buku ini mengalir seperti novel. Sangat ringan. Pendekatannya sangat ringan, mungkin grounded partisipatory. Mungkin ini daya tarik buku ini di kalangan awam Barat.

Buku ini ada 15 Bab. Bab 1-8, itu dia bercerita tentang kisah pribadi dia. Kisah pribadi ini selalu membuat kita ingin tahu apa yang terjadi kemudian. Di sini sangat sedikit ruang bagi kita untuk berdebat. Namun mulai bab 9 dan seterusnya, dia mulai menjadi seorang pengamat. Di sini mulai terdapat lubang-lubang untuk kita berdebat. Ketika dia mulai berbicara tentang Hizbuttahrir, kita mulai bisa berdebat.

Bab yang menurut saya paling menarik adalah ketika dia menceritakan pengalamannya di Arab Saudi. Dia mengambil bagian ekstremisme di Arab Saudi, yang kita semua tahu itu. Tidak ada hal yang baru yang dia tulis di sini. Namun bagi audiens Barat, potret kebodohan kolektif yang ada di Arab Saudi itu betul-betul merupakan frame bagi gerakan protes Islam sedunia. Saya merasa, pilihan dia ini, meskipun sah, mengaburkan persoalan.

Ada bagian-bagian yang agak berlebihan, yang mengganggu kredibilitas Husain dalam menceritakan pengalaman hidupnya dari awal. Ini yang menurut saya agak mengganggu.

Sayangnya dalam seluruh buku ini kita tidak menemukan tanggal dan bulan, juga tahun, ketika Husain ini bergabung dengan kaum radikal dan kapan dia ke luar dari situ. Dan seluruh cerita dalam buku ini tidak memberikan konteks waktu. Waktu itu sesuatu yang missing.

Keempat tentang pendekatan. Saya pernah mengambil mata kuliah penelitian di Amerika. Saya pernah diberi tahu bahwa kalau mewawancarai imigran, jangan bertanya tentang negara asal mereka. Karena imigran yang ditanya negara asal pasti akan menjawab bahwa negara asal itu jelek. Ini mirip dengan pengalaman dia meninggalkan Hizbuttahrir. Dia tidak akan menjawab atau mengatakan sesuatu yang baik tentang Hizbuttahrir. Dia pasti akan sangat kritis.

Artinya apa yang ditulis di sini adalah pengalaman pribadi dan karena itu tidak boleh disamakan dengan potret apa itu Hizbuttahrir. Di sini kita harus hati-hati.

transkrip diskusi unduh

Enjoyed this article? Stay informed by joining our newsletter!

Comments

You must be logged in to post a comment.